- Get link
- X
- Other Apps
- Get link
- X
- Other Apps
Rismanto lahir pada 29 Nopember 1972, putra kelima dari enam bersaudara, yang merupakan satu-satunya anak lelaki dari lima saudara perempuannya. Ia dibesarkan di tengah-tengah keluarga Jawa di dusun Plurugan, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, yang berdekatan dengan pabrik gula Madukismo. Daerah sekitar perkampungan Plurugan ketika itu masih berupa persawahan yang ditanami tebu, dengan jalur transportasi jalan rel kereta api.
Ayah Rismanto, Sudiman, bekerja di perusahaan batik di Prawirotaman. Ibunya, Wagiyem yang biasa dipanggil Simbok oleh Rismanto, seorang ibu rumah tangga yang biasa menerima pesanan membatik dari perajin batik. Sejak kecil Rismanto sudah melihat kerasnya perjuangan hidup kedua orang tuanya.
Rismanto masih ingat ketika itu umurnya sekitar 5 – 6 tahun. Ibunya membatik untuk pesanan yang biasa dikerjakan di halaman rumahnya. Rismanto kecil sering ikut bermain di halaman bersama teman-temannya. Ia kerap melihat ibunya yang sering kali meliriknya, mungkin takut kalau-kalau ia bermain sampai ke persawahan yang tak jauh dari rumahnya. Rismanto dan teman-temannya sering bermain yang terkadang sampai ke jalur spoor di persawahan sekitar rumahnya.
Masih segar dalam ingatan Rismanto ketika ibunya menggali lubang di tanah berbentuk lingkaran, diameternya kira-kira sebesar tubuhnya dengan kedalaman seukuran lehernya. Rismanto dimasukkannya ke dalam lubang itu. Ia tidak bisa ke mana-mana, hanya tangannya meraba-raba, kemudian meronta-ronta sambil menangis. Ibunya memberinya dedaunan dan beberapa ranting untuk bermain, tetapi ia tetap menangis. Akhirnya diangkatnya putranya itu, lalu diberinya beberapa ranting sambil mencontohkan menggambar di tanah. Rismanto kecil mulai meniru, mencoret-coret dengan jari tangannya. Ibunya merasa senang karena Si Tole (panggilan Rismanto Kecil) tidak pergi ke mana-mana.
Besoknya dan hari berikutnya kejadian itu terus terulang. Kemudian ibunya berinisiatif membuatkan tempat di halaman rumahnya berupa petak tanah yang dibatasi dengan pagar dari bambu, sebagai tempat buat Rismanto menggambar yang berdekatan dengan tempatnya membatik. Ayah Rismanto, Sudiman, berinisiatif membelikannya kertas padalarang, pensii dan beberapa spidol yang biasa dipakai untuk menggambar, maka mulailah kegiatan baru baginya yakni menggambar pada kertas. Pada waktu berikutnya, setiap hari sabtu selepas gajian, ayahnya selalu membelikan kertas padalarang dan beberapa spidol. Ibunya terlihat senang melihat anak 1aki—lakinya mendapat kesenangan baru.
Ketika menginjak usia sekolah Rismanto sering ikut dengan kakaknya ke sekolah SD. Hampir setiap hari ia duduk di bangku sekolah bersama kakaknya. Dan karena setiap hari ikut belajar akhimya ia didaftarkan guru di keias itu untuk masuk Sekolah Dasar (SD). tanpa melalui sekolah TK terlebih dahulu, Di sekolah Rismanto akrab dengan teman—teman perempuan yang merupakan teman—teman kakaknya, dan menggambar menjadi kegiatan yang mengasyikan bersama mereka. Wawasan Rismanto mengenai alat menggambarpun berkembang, ia mulai mendapatkan pensil wama dari kakaknya. Sepulang sekolah pastilah Rismanto menggambar, objeknya bermacam—macam, mulai pemandangan. mobil. ayam. burung dan yang paling sering menggambar spoor.
Sebagai anak laki—laki yang merangkak ke usia remaja Rismato mulai melakukan beberapa kenakalan seperti menaiki spoor tebu yang sering lewat di sekitar rumahnya menuju pabrik gula Madukismo. dan ketika pulang ke rumah ia terus menggambar. "Simbok saya merasa senang melihat saya menggambar dibandingkan ketika melakukan kegiatan lainnya."
Setamat sekolah SD. Rismanto melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP), sementara kreativitas menggambamya terus berkembang dan ibunya kelihatan senang sekali. Ketika melanjutkan sekolah, ia memilih Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Yogyakarta yang tidak jauh dari rumahnya. Di sekolah itu teknik membuat sketsa, gambar bentuk, gambar karakter alam. tetumbuhan, binatang dan manusia dipelajarinya dengan tekun. Ketika itu ia berkeyakinan, bahwa menggambar adalah dasar untuk melukis. dan ia sudah tahu bahwa cita-citanya memang menjadi pelukis, “Satu hal yang tidak bisa saya lupakan adalah Simbok saya yang kerap memanjakan saya dengan memasak makanan kesukaan saya ketika saya menunjukkan gambar bikinan saya."
Namun jalan hidup yang ditempuh Rismanto menjadi lain ketika ia dihadapkan pada kenyataan setamat sekolah lanjutan. Ialan untuk mencari penghidupan harus ditempuhnya.
Tahun 1997 dengan modal nekad ia mendaftarkan diri ke studio animasi “Bening studio", dan harus mendapat pendidikan di studio pusat studio di Iakarta. Namun yang didapat di sana bukannya pendidikan, melainkan per—plonco—an. Ia diharuskan bekerja berhari—hari, tanpa uang makan, jadinya ia hanya minum air dari kran ledeng. Beruntung ada beberapa teman seniomya yang menaruh simpati, memberinya makan meskipun tidak setiap hari, hingga ia mampu bertahan tiga bulan. Iapun pulang ke Yogyakarta setelah dinyatakan lulus dari ajang uji mental di Bening Studio pusat, untuk bekerja secara resmi di Bening Studio. Ketika itu bulan puasa menjelang hari raya idul fitri, ia pulang naik kereta ekonomi. Seharusnya waktu itu ia merasa bahagia karena sudah mendapatkan pekerjaan, tetapi ketika tiba di stasiun Lempuyangan, Yogyakarta, ia enggan pulang ke rumah. Apa daya uang di dompet hanya cukup untuk ongkos kereta. Ia bermaksud merayakan lebaran bersama keluarga besamya, namun ia tidak memiliki uang sama sekali.
Ia terdampar cukup lama di stasiun menunggu transferan uang yang dijanjikan bos Bening Studio di Iakarta. Ia menunggu sambil memandang orang—orang yang lalu—lalang, naik—turun kereta ekonomi. Makin malam, pikirannya makin kacau, hingga memutuskan dalam hatinya untuk tidak kembali lagi ke Iakarta. Tidak usah bekerja di film animasi, karena tidak sesuai dengan yang dibayangkan. Ia mengira bahwa kerja di studio film itu akan berpenghasilan lebih dari cukup karena melibatkan segala kemampuan yang ada dalam dirinya, dari mulai pembentukan karakter tokoh, teknik perspektif gambar, wawasan budaya, estetika seni dan rasa. Tapi pada kenyataannya. semua tinggal harapan.
Esok harinya transferan uang dari bos Bening Studio tak kunjung datang. Sambil menahan lapar yang teramat sangat, Rismanto berkenalan dengan beberapa tukang parkir sepeda motor. Dari ngobrol—ngobrol tentang asal muasal dengan beberapa orang pedagang asongan ia mendapatkan pengakuan berikut jatah nasi bungkus dan teh hangat. Salah seorang yang dituakan dari para pedagang stasiun mengatakan bahwa setiap orang yang terdampar tapi mau berkenalan dengan mereka dianggap saudara. Dan sebagai bentuk solidaritas, Rismanto mendapatkan pekerjaan sementara, narik ojeg secara bergiliran, karena hanya ada sebuah sepeda motor. Iatah penumpang ojeg diatur oleh keamanan setempat supaya tidak rebutan. Sore harinya Rismanto sudah mendapatkan beberapa lembar uang sisa dari setoran ojeg.
Malam harinya Rismanto sudah mampu mentraktir makan teman—teman barunya. Sambil bersenda gurau di ruang parkir, sedikit pikiran Rismanto terhibur. Besok harinya lagi, ia sudah tak sungkan untuk menarik ojeg lagi. siangnya sudah bisa membeli beberapa nasi bungkus untuk makan bersama rekan—rekan pedagang di stasiun. Rasa persaudaraan mereka demikian kental.
Menginjak hari ketiga, barulah ia mendapat pemberitahuan bahwa uang sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah sudah ditransfer ke rekeningnya. Ia pun mengambil uang itu dan lantas pamit ke teman-teman barunya. Malam harinya dengan diiringi suara taqbiran hari raya Idul Fitri yang menggema sepanjang jalan. ia pulang diantar salah satu sahabat barunya yang tak bisa dilupakan hingga kini.
Sampai di depan ibunya, rasa putus asa tentang pekerjaannya dipendamnya dalam—dalam dengan mengatakan, “besok saya mulai bekerja di studio film animasi." Namun temyata ibunya tidak memperlihatkan ekspresi apa—apa, hanya mendesah, “Syukurlah, kamu sudah pulang."
Beberapa hari kemudian. Rismanto kembali ke Jakarta untuk bekerja di ruang kerja Bening Studio. Ia mendapat tugas membuat gambar—gambar ilustrasi film animasi yang sarat dengan karakter metaporis—simbolis dari binatang dan manusia yang diwujudkan melalui penokohan peran cerita. Gambar karakter t0koh—t01<oh cerita itu dibuat sedemikian detail dalam mengejar kemiripan dari tiap—tiap tokoh yang diperankan supaya tidak tertukar satu sama lain. Gambar karakter seorang tokoh bisa diulang hingga ratusan kali. Dari sana lama kelamaan Rismanto mendapat keahlian sebagai pembuat gambar karakter. Dalam semalam ia mampu membuat puluhan sketsa tokoh yang menampilkan goresan garis-garis karakter yang nyaris tanpa putus. Banyak cerita yang berhasil digarapnya menjadi karya film animasi antara lain: Calon Arang, Bawang merah Bawang Putih, Cindeiaras, Timun Mas, Pangeran Katak, Hang Tuah dan lain—lain.
Ketika Rismanto mendapatkan gaji pertama dan diberikan sebagian kepada ibunya, ia melihat ekspresi ibunya datal'—datar saja. Demikian pula ketika gaji—gaji berikutnya diberikan kepada ibunya untuk sekedar membayar listrik, beli mie. telur, dan kopi. Ibunya menerimanya nyaris tanpa memperlihatkan rasa senang atau pun bangga.
Suatu hari, saya ditemui Rismanto untuk melihat karya—karya drawingnya yang akan ditawarkan ke seorang kolektor. Kami memperbincangkan karya-karya itu hingga larut Inalam. Dan ketika kami berbincang tentang gambar, ibu Rismanto dengan serta merta membuatkan kopi, nasi goreng dan pisang goreng. kemudian menyuguhkannya kepada kami seraya berkata, “sudah dapat berapa gambamya?“
“Ini ada dua gambar Mbok yang akan ditawarkan." Jawab saya,
“Syukurlah!" Ungkapnya sumringah.
Keesokan harinya, seorang kolektor muda datang dan menyukai salah satu karya drawing Rismanto yang berobyek orang—orang yang sedang berburu tikus-tikus di persawahan. Karya tersebut menjadi karya pertama yang terjual. Ketika Rismanto dengan bahagianya memberikan sebagian hasil jualannya kepada ibunya. terlihat ekspresi ibunya yang demikian bahagia, Kemudian, dua mangkuk mie godog, dua cangkir kopi, disuguhkan ibunya kepada kami. “Nanti kalau lapar lagi, ambil makan saja di dapur," Ungkap ibunya sambil tersenyum.
Hari—hari berikutnya Rismanto makin rajin menggambar, yang kini disebutnya melukis. Terkadang mempergunakan cat minyak dengan bermedia kanvas. Ia bahkan mengikuti beberapa pameran, antara lain pameran bersama di Rumah Darmawangsa Jakarta Selatan, pameran bersama di 678 galleri Jakarta, pameran bersama di galeri Biasa Yogyakarta dan pameran bersama di Ars Longa Yogyakarta. Pemah juga mengikuti lomba lukis wajah Megawati Soekamo Putri di Balai Sudjatmoko Solo, dan berhasil menjadi salah satu pemenangnya.
Namun demikian Rismanto masih harus bekerja di Bening Studio, yang ketika itu sudah memiliki cabang di Yogyakarta. Di studio animasi itu Rismanto sering menggambarkan alam Indonesia dengan kekayaan yang melimpah untuk diwujudkan dalam beberapa karya filmnya. Maka tersirat dipikirannya, alangkah beruntungnya bangsa ini jika mampu memberdayakan dirinya guna memanfaatkan kekayaan alam itu bagi kemakmuran negeri ini.
Di rumah orang tuanya, Rismanto melakukan hobynya memelihara berbagai jenis burung dan ayam jantan, juga beberapa jenis tanaman hias. Dari kegiatan sampingan ini Rismanto mendapatkan pula penghasilan tambahan.
Di Bening Studio Yogyakarta, Rismanto menduduki peran yang cukup terhormat sebagai penyusun story board film animasi, mentor para Junior, aktif di berbagai workshop film animasi. Pekerjaan di Bening Studio masih terus ditekuninya. Penghasilan dan wawasannya meningkat, terutama mengenai order pembuatan film. Ia tertarik untuk mendirikan studio sendiri.
Tahun 2008 Rismanto mendirikan studio film animasi di rumah orang tuanya, yang diberinya nama Kene Studio dengan mempekerjakan sekitar delapan belas karyawan. Studio yang didirikannya menghasilkan beberapa judul film animasi berdurasi pendek antara lain: 7 Satria, Faster, Te-nang, Video dip for Funcel Animation. Namun demikian Rismanto mengungkapkan keheranannya tentang ibunya, "Simbok saya pemah saya beri uang banyak hasil kerja animasi, tetapi beliau tidak kelihatan gembira waktu menerimanya. Saya juga ingin membuktikan bahwa saya mampu bekerja dengan membuka studio di ruang depan rumah Simbok, dengan menggaji 18 karyawan, tetapi tetap beliau tidak kelihatan bangga apalagi bahagia. Lain sekali ketika saya memberikan sebagian hasil dari lukisan, beliau kelihatan bahagia sekali. Kebahagiaan itu biasanya diungkapkannya dengan membuatkan saya mie godog atau nasi goreng dan secangkir kopi.“
Akhimya Rismanto meninggalkan semua kegiatan animasinya. Alasan keluamya dari Bening Studio dan Kene Studio karena ingin berkonsentrasi penuh untuk berkarya seni rupa. Alasan lainnya. karena kegiatan melukis menjadikan ibunya bahagia. “Saya harus merevolusi diri saya sendiri supaya mampu menciptakan pekerjaan yang sesuai dengan hati nurani."
Namun untuk mewujudkan cita—citanya itu temyata tidak mudah. Terjun total menjadi seniman sepertinya belum mampu. Pada 2009 Rismanto nyantrik ke beberapa seniman di Nitiprayan sambil berjualan tanaman hias di pasar Pasti Yogyakarta, yang merupakan pasar tanaman dan hewan. Di rumah orang tuanya ia juga menekuni pemeliharaan burung dan ayam adu. Meski berpenghasilan tidak menentu. ia masih tetap melukis. Pada 2010 Rismanto menikah dengan Siti Uswatun Khotijah dan setahun kemudian lahirlah anak pertamanya Iodi Tirta Ambani. Pada 2014 ia memutuskan untuk mendiririkan studio lukisnya di dekat kediamannya, dusun Plurugan, desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Pada pertengahan 2015, Rismanto datang ke kontrakan saya. katanya ingin berkonsultasi tentang karya—karya barunya. Ketika sampai di studionya. saya terkagum melihat beberapa lukisan berukuran besar yang sudah siap dipajang di pameran tunggal perdananya, Berbagai model kendaraan spoor lengkap dengan karya miniatumya telah terpampang di studionya. Saya kemudian menyisihkan waktu rutin untuk melihat perkembangan karya—karya Rismanto. Selama satu tahun lebih mengamati proses berkarya Rismanto, saya mengambil kesimpulan bahwa selama ini Rismanto benar—benar mempersiapkan dirinya untuk menjadi seorang seniman. Suatu profesi yang menurutnya sesuai dengan harapan ibunya.
Biodata
Pameran Tunggal :
2016 : “Awas Spoor”, Taman Budaya Yogyakarta.
Pameran Tunggal Bersama :
2024 : "VISUAL ART EXHIBITION “Karakter” di Museum Haji Widayat Magelang"
2021 : "Derap ", Taman Budaya Yogyakarta
2018 : “Empat sehat Lima Sempurna” , Balebanjar Sangkring Yogyakarta
Pameran Bersama :
2024 :
- " INDONESIA - VIETNAM Exchange Art Exhibition, Pendhapa Art Space"
2023 :
- "Nguntapke Djoko Pekik", Bentara Budaya Jogja
- "Fragmen Kehidupan Pahlawan", Kompas
- "Amongpraja Amongjiwa", Pendapha Art Space
- "Upakarya Semarang", Jogja Gallery
- " Pameran Do - Dolan ", Rumah Komik MDTL
- " Wiwitan Poso ", Mapolda DIY
- " Seni Agawe Santoso", Semarang Gallery
- " Asean Tourism Forum 2023", Jogja Expo Center
2022 :
- " Heroix Artexhibition Are Spread Across Many Spots ", Plaza Indonesia
- " Artexhibition Men With Art", Are Spread Accros Many Spots in Plaza Indonesia
- "
Teruslah Melangkah”, Catatan Ringan Vellichor Fest 2022 Taman Budaya Yogyakarta
- "
Celebrate Life With Art", Hyatt Regency Yogyakarta
- " Pascagambar" Bentara Budaya Yogyakarta
- "Gawe Gawean Kelana Rupa Exhibition" -
SMSR Yogyakarta
- " No Body " Pasar Cemangking Siluk , Mojokerto
- " Art Reunion " Aula TVRI, Yogyakarta
2021 :
- "Art Reunion" Di Aula TVRI Yogyakarta
- " Bersama Dalam Beda Berbeda Dalam Sama " UIN, Yogyakarta
- " Suka Pari Suka " Balebanjar Sangkring Art Space, Yogyakarta
- " YAA #6 " Balebanjar Sangkring Art Space , Yogyakarta
- " AKARA " Gedung DPD PDI Perjuangan , Yogyakarta
- " Obah Owah " Pendhapa Art Space , Yogyakarta
2020 :
- " Titik Berangkat " Taman Budaya Yogyakarta
- " Sewindu UUK DIY " Grhatama Pustaka dan Depo Arsip
- " Virtue Virtual Art Exhibition " Hut Sewindu AWCPH UI
2019 :
- " Pengayun Ayun" , Taman Budaya, Jawa tengah
- "Dharma" Limanjawi Art House" Jawa Tengah
- "Delapan Puluh nan Ampuh" Indie Art House, Yogyakarta
- "Delapan Puluh nan Ampuh" Syang Art Space, Magelang
- "The Political" Museum OHD, Magelang
- "Pemaeran Seni Rupa Keluarga NUSANTARA Perupa Anak & Dewasa, Jogja Galery
2018 :
- " Cover CD Solo Album ” Mahandini” Dewa Budjana " , Sangkring Art Space, Yogyakarta
- " The Challenge of Contemporaneity " , Agung Rai Museum of Art, Bali
- " Positioning " , Sangkring Art Space, Yogyakarta
- " Seninjong #3 " , Plataran Djokopekik, Yogyakarta
- " Artnet " , PKKH ( Purna Budaya ) Bulak Sumur UGM ,Yogyakarta
- " Your Invinitte Automotive Experience " , Jiexpo Kemayoran Jakarta
- " Imajinesia " , Graha padma Art Project , Semarang
- " Representasi " , Pendhapa Art Space Yogyakarta
2017 :
- " Artefak In Hyatt", Hotel Hyatt, Yogyakarta
- " Performan Art , PPI Tegalsari Kota Tegal, Jawa Tengah
- " Togetherness" , Pameran Seni Rupa IKASSRI, Pendapha art space Yogayakarta
- " International Artswitch " , Jogja Galeri , Yogyakarta
- " Menjadi Indonesia " , Indonesia food & Art Festival , Jakarta
- " Bergerak " , Yogya Anual Art ,Sangkring Art Space , Yogyakarta.
- " Representasi " , Pendaphaartspace Yogayakarta.
- " Inter Character " , Indigoartspace Madiun Jatim.
- '' Visual Art Exhibition " Sawang Sinawang " Pemandangan , Museum dan Tanah Liat Yogyakarta.
- " Forever Playful " , Galeri Hadirprana Jakarta.
- "Rest Area" , Galeri Nasional Indonesia.
- "Art-tivities Now" ,di ArtSerpong Gallery.
2010 :
- “Gerakan Seni Lukis Abstrak Indonesia”, Taman Budaya Yogyakarta.
2007 :
- ”Ministri 1001 Candi Borobudur”, Liman Jawi, Magelang Jawa Tengah.
- “Optimis#2”, Galeri Biasa, Yogyakarta.
- “100 Tahun Affandi”, Museum Affandi Yogyakarta.
- “Nuansa Eksotika”, Kalimantan.
- “Eks - Kampus Gampingan”, Yogyakarta.
2005 :
- “Wakul Glimpang”, Komunitas Nitiprayan, Bentara Budaya Yogyakarta.
2004 :
- Hotel Patrajasa, Semarang.
- “ Borobudur Open Air”, Pondok Tinggal, Magelang Jawa Tengah.
- “Art For Aceh”, Taman Budaya Yogakarta.
2003 :
- Festival Kesenian Yogyakarta, Benteng Vredeburg.
- “Kenduri Desa Nitiprayan”, Yogyakarta.
- Komunitas Malioboro.
- Karikatur, Taman Ismail Marzuki , Jakarta.
2002 :
- Festival Kesenian Yogyakarta , Benteng Vredeburg.
- Festival Cirebon, Cirebon Jawa Barat.
2001 :
- Festival Kesenian Yogyakarta, Benteng Vredeburg.
- “Hari Bumi”, Hotel Garuda Yogyakarta.
2000 :
- “Hari Bumi”, Ungaran Jawa Tengah.
1999 :
- Hotel Mulia Yogyakarta.
Penghargaan :
2004 :
- Lima Besar Lomba Lukis “Seribu Wajah Megawati”, Taman Budaya Surakarta, Jawa Tengah.
2001 :
- Kategori “Best Art Director”, Judul Animasi “Cindel Laras“, Pyong Yang Korea Selatan. (Team Bening Studio)
- Kategori “Best Artistik”, Judul Film Animasi “Pangeran Katak“, Taman Ismail Marzuki Jakarta. (Team Bening Studio)
Komisi/Karya Ruang Publik :
2007 :
- Seni Rupa Publik Mural, “Museum Anak Kolong Tangga”, di Taman Budaya Yogyakarta.
2003 :
- Seni Rupa Publik Mural, di Jalan Langennastran Lor, Bersama Studio Bening, Yogyakarta.
Karya Film Animasi :
-
Pemateri Workshop :
2001 :
- Gambar animasi untuk siswa PKL SMSR dan Santri Daarud Tauhid Bandung, di Watu Lumbung, Pantai Parangtritis.
Keikutsertaan Workshop :
2000 :
- Pelatihan gambar karakter animasi, bersama Dwi Kuendoro.
Kegiatan lainnya :
2008 - 2011 :
- Mendirikan Studio Kene Animasi, Yogyakarta.
1998 - 2005 :
- Bekerja di Bening Studio Animasi, Yogyakarta.
- Bekerja di Batik Rorojonggrang, Tirtodipuran Yogyakarta.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment